NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM KISAH ADAM AS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Al-Qur’an merupakan pedoman bagi ummat Islam yang paling utama, didalamnya terdapat berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik yang bersifat teoritis maupun bersifat praktis. Ia tersusun dengan beberapa surat yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang disampaikan kepada kita secara mutawattir baik dari segi tulisan maupun ucapannya, dari satu generasi ke generasi lain, terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian sejalan dengan firman Allah : “Sesungguhnya kami yang menurunkan al-Dzikr (Al-Qur’an ) dan kami pula yang memeliharanya”.1

Kehadiran al-Qur’an yang demikian itu telah memberi pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya berbagai konsef yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Kaum muslimin sendiri dalam rangka memahaminya telah melahirkan beribu-ribu kitab yang berupaya menjelaskan makna pesannya.2

Dari sekian masalah yang menjadi fokus kajian al-Qur’an adalah pendidikan. Melalui bukunya yang berjudul “Islamic Education Qur’anic Outlook”, Salih Abdul Salih sampai pada kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah “Kitab Pendidikan” Kesimpulan ini di dasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Dilihat dari segi surat yang pertama kali diturunkan adalah surat yang berkaitan dengan pendidikan.
  2. Dilihat dari segi asalnya, bahwa al-Qur’an berasal dari Allah yang beberapa sifatnya Ia memperkenalkan dirinya sebagai pendidik.
  3. Dilihat dari segi pembawanya yaitu Nabi Muhammad SAW, juga telah tampil sebagai pendidik.
  4. Dilihat dari segi namanya, terdapat sejumlah nama al-Qur’an yang terkait dengan pendidikan .
  5. Dilihat dari misi utamanya, al-Qur’an membawa misi utama tentang pembinaan akhlak mulia.

Dengan mengemukakan beberapa alasan tersebut diatas, kiranya kita dapat mengatakan bahwa al-Qur’an benar-benar telah tampil sebagai “kitab pendidikan”.3

Didalam al-Qur’an banyak dikisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah di alami orang-orang jauh sebelum kita, sejak nabi Adam As, seperti kisah para nabi dan kaumnya, kisah orang-orang Yahudi dan Nasrani, Shobi’in, Majusi dan lain sebagainya. Karena al-Qur’an adalah kitab pendidikan, maka kisah itu juga mangandung nilai pendidikan 4

Dari berbagai macam kisah al-Qur’an, penulis hanya tertarik satu kisah, yaitu kisah tentang Nabi Adam As, karena dalam kisah tersebut Allah SWT sebagai sang khaliq langsung mendemonstrasikan metode dan tehnik pembelajaran serta proses transformasi ilmu pengetahuan kepada makhluknya yaitu Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan-Nya. Dengan cara memaparkannya dengan berbagai literatur, khususnya kajian tafsir dan pendidikan, apakah di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan.

Oleh karena itu dari latar belakang masalah diatas, penulis sangat berminat dan tertarik untuk mengambil judul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM KISAH ADAM AS (Kajian Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh Ayat: 30-39)

B. MASALAH PENELITIAN

1. Identifikasi Masalah

Ada beberapa hal yang sangat memotivasi penulis untuk memilih judul skripsi ini yang erat kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kisah Nabi Adam As. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam rangka pengkajian ini adalah sebagai berikut:

a. Ingin memperoleh pemahaman yang jelas tentang kisah Nabi Adam a.s.

b. ingin mengetahui apa dan bagaimana nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kisah Nabi Adam AS.

c. Ingin mengetahui substansi yang terkandung dalam kisah-kisah al-Qur’an, khususnya tentang kisah Nabi Adam As.

2. Pembatasan Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Allah SWT mengabadikan bermacam-macam kisah dan peristiwa yang terjadi dalam al-Qur’an sepanjang sejarah, diantaranya kisah tentang para Nabi dan kaumnya, kisah-kisah orang Yahudi dan Nasrani, dan lain sebagainya.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat al-Baqoroh ayat 30-39 dengan sendirinya telah memberikan batasan bahwa nilai-nilai pendidikan yang dimaksud penulis adalah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kisah Adam as.

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang di rumuskan adalah bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kisah Adam a.s.surat al-Baqoroh ayat 30-39.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini yaitu:

Apa dan bagaimana nilai-nilai kependidikan yang terkandung dalam kisah Adam As dalam surat al-Baqoroh ayat 30-39.

C. TUJUAN DAN MANFA’AT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kontribusi al-Qur’an melalui ajaran-Nya tentang kisah Adam terhadap pendidikan Islam.

b. Untuk mengetahui pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30-39.

Maka untuk memperoleh tingkat objektifitas penelitian yang bersifat refresentatif, dipilih data-data dan keterangan serta pengkajian tentang ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an melalui kisah Adam as. kontribusinya terhadap nilai-nilai pendidikan.

2. Manfa’at Penelitian

Mengenai manfaat penelitian ada beberapa hal yang penulis inginkan dari penyusunan skripsi ini, antara lain:

a. Diharapkan dapat berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis sebagai calon guru dan sebagai instruktur terjemah al-Qur’an sistem 40 jam (LPIQ) Nasional.

b. Diharapkan dapat menjadi dasar-dasar da’wah dalam menegakkan agama Allah

c. Untuk menambah pembuktian akan pernyataan bahwa al-Qur’an benar-benar telah tampil sebagai “Kitab Pendidikan”.

d. Diharapkan dapat memberikan kontribusi penulisan khususnya dalam dunia pendidikan Islam

D. Sistematika penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab setiap bab terdiri dari beberapa sub bab , secara rinci adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan terdiri dari : Latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian teori: Bagian Pertama memuat Nilai-Nilai Pendidikan, Pengertian Nilai, Pengertian Pendidikan, Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam. Bagian Kedua memuat Pengertian Kisah Dalam Al-Qur’an, Macam-macam Kisah dalam al-qur’an, Manfaat kisah dalam al-Qur’an.

BAB III : Kajian Tafsir al-Qur’an Surat al-Baqoroh ayat 30-39 : Tafsir al- Misbah, Tafsir Maraghi, Tafsir Fi Zilalil Qur’an.

BAB IV : Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an tentang kisah Nabi Adam as. Diantaranya yaitu: Pertama, Aspek Sikap dan Prilaku: Rendah Hati, Larangan Sombong, Menjauhi Dengki, Sikap Pema’af, dan Pengampun. Kedua, Aspek Pendidikan dan Pengajaran: Metode Kisah, Metode Tanya Jawab, Mengapreasikan Pikiran dan Perasaan, Metode Sorogan, Metode Ganjaran dan Hukuman.

BAB V : Penutup yang terdiri dari: Kesimpulan, Saran-Saran, Daftar Pustaka dan lampiran.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Nilai

Menurut bahasa nilai artinya harga hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.1

Secara filosofis nilai sangat terkait dengan masalah etika, etika juga sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolok ukur tindakan dan prilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika bisa merupakan hasil pemikiran, adat istiadat, atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi saw yang kemudian dikembangkan dengan hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada adat istiadat atau tradisi dan ideologi sangat rentan dan situasional, sedangkan nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai-nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat muthlak dan universal.2

2. Pengertian Pendidikan

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.3

Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.

a. Istilah al-Tarbiyah

Penggunaan istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini memiki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukan kata tumbuh, berkembang, memelihara, marawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.4

Penggunaan kata al-Tarbiyah untuk menunjuk makna pendidikan Islam dapat difahami dengan merujuk firman Allah:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan rendahkanlah dirimu dengan mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Q.S. Al-Isra/17:24).

b. Istilah al-Ta’lim

Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibandingkan dengan kata al-tarbiyah maupun al-ta’dib. Rasyid Ridho misalnya mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.5

Argumentasinya didasarkan dengan merujuk ayat ini:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (Al-baqoroh : 151)

Kalimat wayu’allimu hum al-Kitaba wal al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rosulullah mengajarkan tilawat al-Qur’an kepada kaum muslimin. Menurut Abdul Fatah Jalal, apa yang dilakukan Rosul bukan hanya sekedar umat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyath an-nafs (pensucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu makna al-ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan lahiriah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berprilaku.

Kecendrungan Abdul Fattah jalal sebagaimana dikemukakan diatas, didasarkan argumentasi bahwa manusia pertama yang mendapat pengajaran langsung dari Allah adalah Nabi Adam a.s. hal ini secara eksplisit disinyalir dalam Q.S. Al-Baqoroh 2:31. pada ayat tersebut dijelaskan , bahwa penggunaan kata ‘allama untuk memberikan pengajaran kepada Adam a.s. memiliki nilai lebih yang sama sekali tidak dimiliki oleh para malaikat.6

c. Istilah al-ta’dib

Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan Islam adalah al-ta’dib.7

konsef ini didasarkan pada hadis Nabi:

اد بني ربي قا حسن تا د يبي

Artinya:

“Tuhanku telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”. (H.R. al-‘Askary dari Ali r.a).

Kata addaba dalam hadis diatas di maknai al-Attas sibagai “mendidik”. Selanjutnya ia mengemukakan, hadis tersebut bisa dimaknai kepada “Tuhanku telah membuatku mengenali dan mengakui dengan adab yang dilakukan secara berangsur-angsur ditanamkan-Nya kedalam diriku, tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu didalam penciptaan, sehingga hal itu membimbingku kearah pengenalan dan pengakuan tempat-Nya yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian, serta –sebagai akibat nya- ia telah membuat pendidikanku yang paling baik.”8

Berdasarkan batasan tersebut, maka al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.9

Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa, penggunaan istilah al-Tarbiyah terlalu luas untuk mengungkapkan hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata al-Tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk manusia, akan tetapi digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa latin “educatio” atau dalam bahasa Inggris “education”. Kedua kata tersebut dalam batasan pendidikan Barat lebih banyak menekankan pada aspek fisik dan material. Sementara pendidikan Islam penekanannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi pada aspek psikis dan immaterial. Dengan demikian, istilah al-Ta’dib merupakan terma yang paling tepat dalam khasanah bahasa Arab karena mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-Tarbiyah dan al-Ta’lim sudah tercakup dalam terma al-Ta’dib.

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term diatas, secara terminologi, para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam. Diantara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:

  1. al-Syaibaniy ; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkahlaku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.10
  2. Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal , perasaan maupun perbuatannya.11
  3. Ahmad D. Marimba; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik secara jasmani dan rohani pesrta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil).12
  4. Ahmad Tafsir: Mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.13

5. Menurut Zakiyah Darajat pendidikan Islam adalah Pembentukan kepribadian muslim.14

6. Mortimer, J. Adler memberikan pengertian pendidikan sebagai berikut: “Pendidikan adalah proses yang mana semua kemampuan manusia (bakat kemampuan yang diperolehnya) yang dapat dipengeruhi oleh pembiasaan disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu oreng lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik”.

7. Kemudian Herman H. Horne berpendapat, pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar dengan sesama manusia dengan tabiat tertinggi dari kosmos. ”.15

Dari batasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.

3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah yang bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah pncapaian pendidikan . oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidika Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah (hadis).

Menetapkan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar yang dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Qur’an tidak ada keraguan padanya (Q S. Al-Baqoroh/2:2). Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya (Q.S. Ar-Ra’d/15:9), baik dalam pembinaan aspek spriritual maupun aspek budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran hadis sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam. Secara umum, hadis difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya. Kepribadian Rasul sebagai uswat al-Hasanah yaitu contoh tauladan yang baik (Q.S. Al-Ahzab/33:21). Oleh karena itu, prilakunya senantiasa senantiasa terpelihara dan di kontrol oleh Allah SWT (Q.S. An Najm/ 53:3-4).16

Secara lebih luas dasar pendidikan Islam menurut Sa’id Ismail Ali – sebagaimana dikuti Langgulung – terdiri atas 6 macam, yaitu ; al-Qur’an, Sunnah, qaul al-Shahabat, masalih al-mursalah, ‘urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual muslim.17

Seluruh rangkaian dasar tersebut secara hierarki menjadi acuan pelaksanaan sistem pendidikan Islam.

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu;

  1. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
  2. Sifat-sifat dasar manusia
  3. Tuntunan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
  4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini setidaknya ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu; (a) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dimuka bumi. (b) mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik. (c) mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat (fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirat al-hasanah).18

Berdasarkan batasan diatas, para ahli pendidikan (muslim) mencoba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Diantaranya al-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam ialah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.19 sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-ardh.20

Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan yang sesuai dengan syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupannya didunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya.

Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut al-Qur’an meliputi :

1. menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini.

2. menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

3. menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta.

4. menjelaskan hubungannya dengan khaliq sebagai pencipta alam semesta.21

Secara praktis Muhammad Athiyah al-Abrasyi, menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran, yaitu:

1. membentuk akhlaq mulia

2. mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat

3. persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya

4. menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik

5. mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.22

4. Kisah

1) Pengertian Kisah dalam al-Qur’an

Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah orang-orang dahulu dari para nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang-orang mukmin dan kisah orang-orang kafir.

Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya. Ia menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil darinya, episode-episode yang memuat pelajaran hidup, konsep memahaminya, dan bagaimana cara berinteraksi dengannya.

Kita harus merenungi pembicaraan al-Qur’an tentang kisah-kisahnya supaya renungan ini menjadi pengantar bagi pembicaraan kita tentang kisah orang-orang dahulu dalam al-Qur’an dan sebagai pengantar bagi interaksi kita dengan kisah-kisah itu.23

Menurut bahasa kisah artinya cerita, berita atau keadaan. Sedangkan menurut istilah ialah kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul, serta peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.24

Dalam buku al-Mufrodat Fi Gharib al-Qur’an karangan al-Isfahani Shalah al-Khalidi mengutip al-Qur’an telah menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian dan tashrif (konjugasi) nya: dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau), fi’il mudhari (kata kerja sedang), fiil amr (kata kerja perintah), dan mashdar (kata benda).

Imam ar-Raghib al-Ishfahani mengatakan dalam kitab mufrodat-nya (al-Mufrodat fi Gharib al-Qur’an-penj.) tentang kata ini (qashas), “Al-Qashasu berarti mengikuti jejak’. Dikatakan ‘Qashasu atsarohu’ saya mengikuti jejaknya’.’

Al-Qashas ialah berarti ‘jejak’ (atsar). Allah ta’ala berfirman,

قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى ءَاثَارِهِمَا قَصَصًا.

‘…Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula’. (al-Kahfi: 64)

وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

‘Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan, ‘Ikutilah dia’…’(al-Qashas: 11)

Al-Qashas ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

‘Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar…’(Ali Imran: 62)

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

‘….Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (tentang dirinya), Syuaib berkata, ‘Janganlah kamu takut…’ (al-Qashas: 25)

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْءَانَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

‘Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik…’ (Yusuf: 3)

Adapun qishas adalah menuntut balas atas darah (pencedaraan fisik atau pembunuhan) dengan balasan serupa.”25

Kisah al-Qur’an tentang orang-orang dahulu adalah suatu kisah yang benar dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah jujur dan betul. Ini karena Allah lah yang menceritakan kisah itu dan Allah benar-benar menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, dan ia telah menakdirkannya; peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan, kehendak, dan takdir-Nya. Maka dari itu ucapan Allah tentang kisah itu tidak mungkin mengalami kebatilan (kesalahan) dan keraguan, dan siapakah yang lebih benar ceritanya daripada Allah? Dan, siapakah (pula) yang lebih benar perkataan daripada Allah? Tidak ada seorang pun!.26

2). Macam-Macam Kisah Dalam Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an banyak dikisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam; seperti kisah para nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani, Sabi’in, Majusi, dan lain sebagainya.27

Kisah-kisah al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

A. Dari Segi Waktu

Di tinjau dari segi waktu kisah-kisah dalam al-Qur’an ada tiga, yaitu:

1) Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.

Contohnya:

a. Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam (Q.S. Al-Baqoroh: 30-34)

b. Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana terdapat dalam (Q.S. Al-Furqon: 59, Qaf: 38)

c. Kisah rentang penciptaaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di surga sebagaimana terdapat dalam (Q.S. Al-A’raf:11-25)

2) Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa kini , contohnya:

a. Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti di ungkapkan dalam (Q.S. Al-Qadar 1-5))

b. Kisah tentang kehidupan makhluk makhluk ghaib seperti setan, jin atau iblis seperti diungkapkan dalam (Q.S. Al-A’raf: 13-14)

3) Kisah ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang , contohnya:

a. Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Qari’ah, surat al-Zalzalah, dan lainnya

b. Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Lahab

c. Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan kehidupan orang-orang yang hidup di dalam neraka seperti di ungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Ghasyiah dan lainnya.

B. Dari Segi Materi

Di tinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam al-Qur’an ada tiga, yaitu

1) Kisah-kisah para Nabi, seperti:

a. Kisah Nabi Adam (Q.S. Al-Baqoroh: 30-39, Al-A’raf : 11) dan lainnya

b. Kisah Nabi Nuh (Q.S. Hud: 25-49)

c. Kisah Nabi Hud (Q.S. Al-A’raf: 65, 72, 50, 58)

d. Kisah Nabi Muhammad (Q.S. At-Takwir: 22-24, Al-Furqon : 4, Abasa: 1-10, At-Taubah 43-57, dan lainnya)

2).Kisah peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang tidak di pastikan kenabiannya.

a. Kisah tentang Lukman (Q.S. Luqman: 12-13)

b. Kisah tentang Dzul Qarnain (Q.s. Al-Kahfi: 83-98) dan lain sebagainya

3). Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa Rosulullah SAW

a. Kisah tentang Ababil (Q.S. Al-Fiil: 1-5)

b. Kisah tentang hijrahnya Nabi SAW (Q.S. Muhammad: 13) dan lain sebagainya

3). Faedah Kisah Dalam Al-Qur’an

a. Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang di sampaikan para nabi

b. Memantapkan hati Rosulullah SAW. Dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam) dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang akan datangnya pertolongan Allah dan kehancuran orang-orang sesat.

c. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para nabi yang terdahulu adalah benar.

d. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW. Dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat terdahulu.

e. Menyingkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka.

f. Menanamkan akhlakul karimah dan budi yang mulia

g. Menarik perhatian para pendengar yang di berikan pelajaran kepada mereka.28



1Abd. Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta : Majlis al-a’la al-Indonesia li al-Da’wah al Islamiyah, 1392 H./1972 M), hal. 23

2Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), cet. 1, hal.2

3Salih abdullah Salih, Islamic Education Islamic Outlook, (Mesir: Dar al-Syuruq, 1987) Cet.I hal. 89

4M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. 3, hal. 433

1Departemen Pendidikan Nasional, Kmus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2002), Edisi ke-3, hal. 783.

2 Prof.Dr. Said Agil Husin Al-Munawwar, M.A., Aktualisasi Nilai-Nilai al-Qur’an, Dalam Sistem Pendidikan Islam, (Ciputat, PT. Ciputat Press, 2005), hal.3

3Ahmad syalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Kairo: al-Kasyaf, 1954), h.213

4Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtubiy, Tafsir al-Qurtuby, juz I, (Kairo: Dar al-Sya’biy, tt),h.120

5 Muhammaad Rasyid Ridho, Tafsir al-Qur’an al-Hakim; Tafsir al-Manar, (Juz VII,(Beirut: Dar al-Fikr, tt), h.262

6 Abdul Fattah Jalal, Azas-Azas Pendidikan Islam, terj. Harry Nur Ali, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), 29-30

7 Muhammad Naquib al-Attas, Konsef Pendidikan dalam Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1994), h. 60

8 al-Attas, Konsep Pendidikan, h.63

9 al-Attas, Konsep Pendidikan … h. 61

10 Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam… h.399.

11 Muhammad Fadhil al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat, (al-Syirkat al-Tunisiyat li al-Tauzi’,1977),h.3

12 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1989),h. 19

13 Ahmad Tafsir , Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1992), h. 32

14 Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, dan Dirjen Binbaga Islam, 1992) hal 28.

15 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal.12

16Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, h.47

17 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989),h. 35

18 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam… h. 120

19Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam… h. 410

20 Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan…, h. 67

21 Muhammad Fadhil al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mu’minat… h. 17

22 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 1-4

23 Shalah al-Khalidi, Kisah-Kisah al-Qur’an, Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Jilid I, Cet. 1 h.21.

24 Ahmad Syadaly, Ahmad Rafi’I,Ulumul Qur’an II, (Bandung: CV. Pustaka Setia), hal. 27

25 Al-Ishfahani, al-Mufrodat fi Gharib al-Qur’an…, h.404

26 Rafi’I,Ulumul Qur’an II…, h.23

27 Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Depag, RI, Jakarta. Hal. 116

28 Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, h. 30.

BERIKAN KOMENTAR ()
 
wisata tradisi game kuliner
close