Akademi Komunitas dan Tantangan Daerah Ke Depan

Akademi Komunitas dan Tantangan Daerah Ke Depan

Salah satu buah yang dihasilkan oleh gerakan reformasi adalah otonomi daerah. Hubungan pemerintah pusat dan pemerinah daerah yang sebelum ini lebih didominasi oleh sentralisme berubah menjadi desentralisme. B.N. Marbun dalam bukunya Kamus Politik mengatakan bahwa sentralisasi yang paham nya kita kenal dengan sentralisme adalah pola kenegaraan yang memusatkan seluruh pengambilan keputusan politik ekonomi, sosial di satu pusat.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan pada era kepemimpinan Presiden B.J. Habibie menandai perubahan dari system desentralisasi. Dengan system ini, daerah diberi kewenangan lebih untuk mengatur rumah tangganya. Desentralisasi atau otonomi daerah dalam konteks reformasi merupakan jalan tengah antara pihak yang ingin tetap mempertahankan bentuk Negara Kesatuan dan yang menginginkan perubahan bentuk menjadi Negara Federal.

 Dengan adanya otonomi diharapkan daerah lebih berkembang. Tapi perkembangan itu tidak terjadi secara otomatis. Daerah yang mampu mengembangkan potensi daerahnya akan berkembang, sedangkan daerah yang tidak atau kurang mampu mengembangkan potensinya bisa semakin terpuruk. Intinya, di dalam otonomi daerah ada kelebihan dan kekurangan bagi daerah, dan juga ada peluang dan tantangan.  

Peluang Dalam Akademi Komunitas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa bentuk Perguruan Tinggi terdiri atas: a. universitas; b. institut; c. sekolah tinggi; d. politeknik; e. akademi; dan f. akademi komunitas (Pasal 5). Akademi Komunitas sendiri didefinisikan dengan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu yang berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus.

Bagaimana dengan pendiriannya? UU No. 12 Tahun 2012 mengamanahkan kepada Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah untuk mengembangkan secara bertahap paling sedikit 1 (satu) akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di kabupaten/kota dan/atau di daerah perbatasan. Artinya nantinya disetiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia akan ada, paling tidak, satu akademi komunitas.

Akademi komunitas yang dikembangkan di setiap daerah haruslah berbasis kebutuhan daerah. Daerah yang berbasiskan pada pertanian lebih baik mengembangkan akademi komunitas dengan jurusan-jurusan yang terkait dengan pertanian. Daerah dengan potensi pariwisata yang besar lebih baik mengembangkan akademi komunitas yang terkait dengan pariwisata. Jadi akademi komunitas yang dikembangkan di tiap dearah akan berbeda-beda jurusannya.

Tujuan dikembangkannya akademi komunitas sendiri adalah untuk mempercepat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Di sinilah korelasi pengembangan akademi komunitas dengan penguatan otonomi daerah. Dengan mengembangkan akademi komunitas yang sesuai dengan kebutuhan daeah maka diharapkan daerah semakin otonom dalam mengelola potensi daerah yang dimiliki. Para lulusan akademi kamunitas nantinya akan menjadi tenaga professional dan terampil dalam pengembangan daerah yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Tapi peluang hanya tinggal peluang manakala pemerintah daerah hanya melihat ini hanya sekedar proyek untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengabaikan tujuan dasar dikembangkannya akademi komunitas. Semoga para pengambil keputusan di daerah tidak berpikir demikian []
BERIKAN KOMENTAR ()
 
wisata tradisi game kuliner
close